TRANSFORMASI PERSIDANGAN

Perubahan Fundamental dan Nilai Tambah Format Persidangan SMSA 2025

JADWAL & AGENDA SIDANG

Sidang Majelis Sinode Am (SMSA) 2025, beserta Rapat Studi yang mendahuluinya, menandai sebuah perubahan fundamental dalam cara Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Gereja-Gereja Bagian Mandiri (GBM) berkumpul dan mengambil keputusan. Ini adalah pergeseran radikal dari format persidangan yang mungkin sebelumnya bersifat rutin, linear, dan kaku, menjadi sebuah "respons mendesak" terhadap tantangan eksistensial. 

Perubahan inti ini adalah adopsi kerangka kerja "Perencanaan Strategis Agile". Format ini meninggalkan model seminar pasif dan beralih ke metodologi lokakarya yang partisipatif, adaptif, dan berorientasi penuh pada hasil di tengah dunia yang terus bergejolak (VUCA).  

Nilai tambah terbesar dari format baru ini adalah kemampuannya untuk memberikan "jawaban operasional" terhadap dilema struktural GPI yang telah berusia puluhan tahun. Sejak pergeseran bersejarahnya dari peran "struktural" ke "fungsional" pada tahun 1948, GPI memiliki eklesiologi persekutuan yang unik namun kekurangan mekanisme kolaborasi yang efektif. Format persidangan Agile secara langsung mengatasi kesenjangan ini. Ia menyediakan cetak biru untuk mengoperasionalkan "persekutuan fungsional" tersebut, mentransformasi Sinode Am dari sekadar kustodian historis menjadi "Pusat Fasilitasi" (Facilitative Hub) yang dinamis dan relevan bagi GBM.  

Keunikan format ini terletak pada caranya menyeimbangkan otonomi GBM dengan kebutuhan konsolidasi nasional yang diusung dalam konsep Synodus Synodorum. Metodologi Agile memperkenalkan konsep "koalisi peminat" (coalition of the willing), yang secara eklesiologis dipadankan dengan tim kerja lintas-fungsi atau "squads". Dalam model ini, GBM tidak lagi dipaksa untuk berpartisipasi dalam setiap program, melainkan diundang untuk bergabung dalam inisiatif-inisiatif strategis (seperti "Think-and-Do Tank" atau "Jaringan Fasilitasi Nasional") berdasarkan kesepakatan dan kepentingan bersama. Ini adalah mekanisme kolaborasi yang menghormati kemandirian penuh setiap sinode.   

Efektivitas format SMSA ini diukur melalui fokus barunya pada hasil nyata, bukan sekadar aktivitas atau dokumen statis. Dengan mengadopsi kerangka "Objectives and Key Results" (OKR), persidangan kini berfokus pada perumusan hasil yang jelas dan terukur. Lebih jauh lagi, metodologi ini memiliki keselarasan spiritual yang mendalam dengan Tema Utama sidang. Panggilan teologis untuk "Ujilah Segala Sesuatu" (1 Tesalonika 5:21) selaras secara spiritual dengan siklus "inspeksi dan adaptasi" yang menjadi jantung dari kerangka kerja Agile. Dengan demikian, format baru ini bukan hanya sebuah sistem manajemen modern, tetapi sebuah "sistem operasi" yang memungkinkan GPI dan GBM untuk menjalankan mandat teologis mereka secara setia dan efektif di abad ke-21.